LAPORAN
PENDAHULUAN
LIMFOMA
MALIGNA
A.
Pengertian
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening)
merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular
seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma maligna
(maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru
merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu
Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH).
B.
Epidemiologi
Saat ini, sekitar 1,5 juta orang di dunia hidup dengan
limfoma maligna terutama tipe LNH, dan dalam setahun sekitar 300 ribu orang
meninggal karena penyakit ini. Dari tahun ke tahun, jumlah penderita penyakit
ini juga terus meningkat. Sekadar gambaran, angka kejadian LNH telah meningkat
80 persen dibandingkan angka tahun 1970-an. Data juga menunjukkan, penyakit ini
lebih banyak terjadi pada orang dewasa dengan angka tertinggi pada rentang usia
antara 45 sampai 60 tahun. Sedangkan pada Limfoma Hodgkin (DH) relative jarang
dijumpai, hanya merupaka 1 % dari seluruh kanker. Di negara barat insidennya
dilaporkan 3,5/100.000/tahun pada laki-laki dan 2,6/100.000/tahun pada wanita.
Di Indonesia, belum ada laporan angka kejadian Limfoma Hodgkin. Penyakit
limfoma Hodgkin banyak ditemukan pada orang dewasa muda antara usia 18-35 tahun
dan pada orang di atas 50 tahun.
C.
Etiologi
Penyebab dari penyakit limfoma maligna masih belum
diketahui dengan pasti..Empat kemungkinan penyebabnya adalah: faktor keturunan,
kelainan sistem kekebalan, infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell
leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp) dan toksin
lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).
D.
Faktor Predisposisi
1.
Usia
Penyakit limfoma maligna
banyak ditemukan pada usia dewasa muda yaitu antara 18-35 tahun dan pada orang
diatas 50 tahun
2.
Jenis kelamin
Penyakit limfoma maligna
lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan wanita
3.
Gaya hidup yang tidak sehat
Risiko Limfoma Maligna
meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok,
dan yang terkena paparan UV
4.
Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang
sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena limfoma maligna adalah peternak
serta pekerja hutan dan pertanian.
E.
Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan
penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di
kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi
dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal
ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang
terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil
perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi
selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah
normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul
berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.
F.
Klasifikasi
1.
Klasifikasi Penyakit
Ada dua jenis penyakit yang
termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin
(LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan
pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan
sifat LNH lebih agresif
2.
Klasifikasi Patologi
Klasifikasi limfoma maligna
telah mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi
Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport membagi limfoma maligna menjadi tipe
nodular dan difus kemudian subtipe berdasarkan pemeriksaan sitologi. Modifikasi
klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 1982 muncul klasifikasi
Working Formulation yang membagi limfoma maligna menjadi keganasan rendah,
menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan kemajuan
imunologi dan genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang
dikenal dengan Revised European-American classification of Lymphoid Neoplasms
(REAL classification).
3.
Stadium Limfoma Maligna
Penyebaran Limfoma dapat
dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama
sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan
bersama sebagai stadium lanjut.
o Stadium I : Penyebaran
Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening.
o Stadium II : Penyebaran
Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, tetapi hanya
pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.
o Stadium III : Penyebaran
Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada
dada dan perut.
o Stadium IV : Penyebaran
Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ lain juga
seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak
G.
Gejala Klinis
Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut :
1.
Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang
dengan pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha)
2.
Demam
3.
Sering keringat malam
4.
Penurunan nafsu makan
5.
Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan
(anorexia)
6.
Kelemahan, keletihan
7.
Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus
yang mengenai sumsum tulang secara difus
H.
Pemeriksaan Fisik
o
Pemeriksaan fisik pada daerah leher, ketiak dan pangkal paha
Pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa
nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha)
o
Inspeksi , tampak warna kencing campur darah, pembesaran
suprapubic bila tumor sudah besar.
o
Palpasi, teraba tumor masa suprapubic, pemeriksaan bimanual
teraba tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi baik waktu VT
atau RT.
I.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari
kelenjar getah bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel
Reed-Sternberg. Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti
sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi
atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu
dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma
maligna yaitu :
1.
Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar
getah bening yang membesar.
2.
Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar
getah bening dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau
respon terhadap pengobatan.
3.
Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari
tulang panggul untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.
J.
Terapi
o
Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa
pasien dengan tumor keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik,
tidak membutuhkan pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran
lokasi limfadenopati yang bukan merupakan ancaman.
o
Radioterapi
Walaupun beberapa pasien
dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi dapat disembuhkan dengan
radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada pasien yang
dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat utama
yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi dan ini
dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi
anatomis.
Pada pasien dengan limfoma
keganasan tingkat rendah stadium III dan IV, penyinaran seluruh tubuh dosis
rendah dapat membuat hasil yang sebanding dengan khemoterapi.
o
Khemoterapi
1.
Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu
atau intermiten yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma
maligna keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit
tingkat lanjut.
2.
Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin,
dan prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau
sedang berdasakan stadiumnya.
K.
Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien
dengan limfoma maligna dihubungkan dengan penanganan dan berulangnya penyakit.
Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia,
mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal.
Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat
menyebabkan syok sepsis.
Efek jangka panjang dari kemoterapi
meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal. Efek samping terapi
radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada nodus limfa
servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut
kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada
nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan,
dan anoreksia
L.
Prognosis
Kebanyakan pasien dengan penyakit limfoma maligna
tingkat rendah bertahan hidup lebih dari 5-10 tahun sejak saat didiagnosis.
Banyak pasien dengan penyakit limfoma maligna tingkat tinggi yang terlokalisasi
disembuhkan dengan radioterapi. Dengan khemoterapi intensif, pasien limfoma maligna
tingkat tinggi yang tersebar luas mempunyai perpanjangan hidup lebih lama dan
dapat disembuhkan.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak
terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha).
Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan,
demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun
tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja
benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfe dengan sejenis virus atau
mungkin tuberculosis limfa.
- Biodata klien dan penanggung jawab
- Data
a.
Data subyektif
·
Demam
berkepanjangan dengan suhu diatas 38 derajat celcius
·
Sering keringat
malam
·
Cepat merasa lelah
·
Badan lemah
·
Nafsu makan menurun
·
Intake makan dan
minum menurun
b.
Data obyektif
§ Timbul
benjolanyang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau pangkal paha
§ Wajah pucat
- Kebutuhan dasar
o Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelelahan,
kelemahan atau malaise umum, kehilangan produktifitas
dan penurunan toleransi latihan, kebutuhan tidur dan
istirahat lebih banyak
Tanda : Penurunan
kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang
menunjukkan kelelahan
o Sirkulasi
Gejala : Palpitasi,
angina/nyeri dada
Tanda : Takikardia,
disritmia, sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran
nodus limfa adalah kejadian yang jarang), ikterus sklera dan ikterik umum
sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu dan pembesaran
nodus limfa (mungkin tanda lanjut)
pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
o Integritas
Ego
Gejala : Faktor
stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga, takut/ansietas sehubungan
dengandiagnosis dan kemungkinan takut mati, takut sehubungan dengan tes
diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi dan terapi radiasi), masalah
finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan
sehubungan dengan kehilangan waktu kerja. Status hubungan : takut dan ansietas
sehubungan menjadi orang yang tergantung pada keluarga.
Tanda : Berbagai
perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif.
o Eliminasi
Gejala : Perubahan
karakteristik urine dan atau feses. Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi,
atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal)
Tanda : Nyeri
tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali), nyeri
tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali),
penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal
ginjal), disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih
lanjut).
o Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia/kehilangan
nafsu makan, disfagia (tekanan pada easofagus), adanya penurunan berat badan
yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6
bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda : Pembengkakan
pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap kompresi
venakava superior oleh pembesaran nodus limfa). Ekstremitas : edema ekstremitas
bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfa
intraabdominal (non-Hodgkin), asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan
dengan pembesaran nodus limfa intra abdominal)
o Neurosensori
Gejala : Nyeri
saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfa
pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sacral. Kelemahan otot, parestesia.
Tanda : Status
mental : letargi, menarik diri, kurang minatumum terhadap sekitar.Paraplegia
(kompresi batang spinaldari tubuh vetrebal, keterlibatan diskus pada
kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batng spinal)
o Nyeri/Keamanan
Gejala : Nyeri
tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar mediastinum,
nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang umum
(keterlibatan tulang limfomatus). Nyeri segera pada area yang terkena setelaah
minum alkohol.
Tanda : Fokus
pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
o Pernapasan
Gejala : Dispnea
pada kerja atau istirahat; nyeri dada.
Tanda : Dispnea,
takikardia, batuk kering non-produktif, tanda distres pernapasan, contoh
peningkatan frekwensi pernapasan dan kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor,
sianosis.
Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal)
o Keamanan
Gejala : Riwayat
sering/adanya infeksi (abnormalitasimunitas seluler pencetus untuk infeksi
virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial). Riwayat
monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer tinggi virus
Epstein-Barr). Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster. Pola sabit adalah
peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu (demam pel Ebstein)
diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa menggigil. Kemerahan/pruritus
umum
Tanda : Demam
menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38oC tanpa gejala
infeksi. Nodus limfe simetris, tak nyeri,membengkak/membesar (nodus servikal
paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila
dan mediastinal). Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat
digerakkan. Pembesaran tosil
, pruritus umum. Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo).
o Seksualitas
Gejala : Masalah
tentang fertilitas/ kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi, tetapi
pengobatan mempengaruhi)
Penurunan libido.
o Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor
resiko keluargaa (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgkin dari
pada populasi umum). Pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja kayu/kimia)
4.
Pemeriksaan fisik
a.
KU
b.
TTV
Kaji adanya peningkatan temperature, takikardi, dan
penurunan tekanan darah (Donna D, 1995). Demam merupakan salah satu gejala dari
Limfoma maligna.
c.
Pemeriksaan fisik
pada daerah leher, ketiak dan pangkal paha
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang
kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal
paha)
v ANALISA DATA
Data yang dikumpulkan
dikelompokkan meliputi : data subyektif dan data obyektif kemudian dari data
yang teridentifikasi masalah dan kemungkinan penyebab dapat ditentukan yang
menjadi acuan untuk menentukan diagnosa keperawatan.
B.
Diagnosa
1.
.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
imunosupresi dan malnutrisi
2.
Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya
termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
3.
Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
4.
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan gangguan sistem transport oksigen terhadap perdaharan
5.
Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan
dengan massa tumor mendesak ke jaringan luar
6.
Intolerans aktivitas berhubungan dengan
kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
7.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan
menurunnya absorbsi zat gizi.
8.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
muntah dan intake yang kurang
9.
Perubahan kenyamanan berhubungan dengan mual,
muntah
10. Ansietas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan
dan perawatan
11. Kurang
pengetahuan b.d kurang terpajan informasi
C.
Intervensi
1.
Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan
penurunan daya tahan tubuh
a. Tujuan
: Infeksi tidak terjadi
b. Intervensi
:
·
Monitor suhu tubuh tiap 4 jam. Anjurkan klien
untuk melaporkan bila mengalami sakit tenggorokan.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh dan nyeri
tenggorokan menandakan klien terkena infeksi
·
Lakukan teknik isolasi dengan cara memisahkan
klien dengan penyakit infeksi.
Rasional : Isolasi dapat mencegah terjadinya kontak
dengan klien lain
·
Cuci tangan dengan teknik yang benar sebelum
kontak dengan klien
Rasional : Cuci tangan yang benar dapat mengurangi
mikroorganisme yang terbawa dari tangan.
·
Gunakan teknik aseptic ketika melakukan prosedur
tindakan invasif.
Rasional : Tindakan invasif dapat memungkinkan terjadi
invasi mikroorganisme.
·
Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar leukosit.
Rasional : Peningkatan jumlah leukosit menunjukan
adanya infeksi
2.
Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya
termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
a. Tujuan
: suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºC)
b. Intervensi
:
·
Observasi suhu tubuh pasien
Rasional : dengan memantau suhu diharapkan diketahui
keadaan sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
·
Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai
kebutuhan cairan anak menurut umur)
Rasional : dengan banyak minum diharapkan dapat
membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh.
·
Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut
dan lipatan paha.
Rasional : kompres dapat membantu menurunkan suhu
tubuh pasien secara konduksi.
·
Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis,
longgar dan mudah menyerap keringat.
Rasional : Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat
mencegah evaporasi
sehingga cairan tubuh menjadi seimbang.
·
Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
Rasional : antipiretik akan menghambat pelepasan panas
oleh hipotalamus.
3.
Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
a. Tujuan
: nyeri berkurang
b. Intervensi
:
·
Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri,
perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6 jam
Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.
·
Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6
jam
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta
tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan meningkat
·
Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
·
Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan
sarankan untuk mengulangi bila merasa nyeri
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot
sehingga mengurangi penekanan dan nyeri.
·
Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang
nyaman
Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.
·
Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri
dan menimbulkan penghilangan nyeri.
4.
Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan
komponen selular untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel
a. Tujuan
: perfusi jaringan yang adekua
b. Intervensi
·
Awasi tanda vital,
warna kulit, membrane mukosa, dan dasar kuku
Rasional :
Memberikan informasi tentang derajat keadekuatan perfusi jaringan dan untuk
intervensi selanjutnya
·
Tinggikan tempat
tidur sesuai dengan toleransi
Rasional : Meningkatkan
ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler
·
Berikan oksigen
tambahan sesuai dengan indikasi
Rasional : Memaksimalkan
transport oksigen ke jaringan
·
Kolaborasi dalam
pemberian darah merah lengkap sesuai dengan indikasi dan awasi secara ketat
untuk komplikasi transfuse
Rasional : Meningkatkan
jumlah sel pembawa oksigen dan juga untuk mengurangi resiko pendarahan
5.
Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan
dengan massa tumor mendesak ke jaringan luar
a. Tujuan
: integritas kulit klien membaik
b. Intervensi
:
·
Kaji integritas dan
kerusakan jaringan kulit klien.
Rasional
: Mengetahui kerusakan kulit
klien untuk menentukan intervensi selanjutnya
·
Kaji adanya
drainase, pus, darah, ulkus, dan jaringan nekrotik pada area luka.
Rasional
: Mengetahui karakteristik luka untuk menentukan intervensi selanjutnya.
·
Berikan perawatan
luka dengan teknik aseptik.
Rasional
: Teknik aseptik mengurangi resiko terinfeksinya luka
·
Bersihkan jaringan
nekrotik yang ada di sekitar luka.
Rasional
: Perawatan pada luka akan membantu mengangkat jaringan yang nekrotik
dan mempercepat proses penyembuhannya.
·
Balut luka dengan
teknik wet to dry.
Rasional
: Kondisi lembab akan membantu proses penyembuhan luka
·
Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian terapi topikal dan sistemik.
Rasional
: Terapi topikal dan sistemik membantu proses penyembuhan luka
6.
Intolerans aktivitas berhubungan dengan
kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
a. Tujuan
: aktivitas dapat ditingkatkan
b. Intervensi
:
·
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas,
peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital selama dan
setelah aktivitas
Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi
·
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen
·
Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional : membantu dan memenuhi ADL pasien
·
Beri aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplay dan kebutuhan oksigen).
7.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan
menurunnya absorbsi zat gizi.
a. Tujuan
: kebutuhan nutrisi terpenuhi
b. Intervensi
:
·
Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : memberikan kesempatan untuk meningkatkan
masukan kalori total
·
Timbang BB sesuai indikasi
Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori,
evaluasi keadequatan rencana nutrisi
·
Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan
bervariasi
Rasional : meningkatkan keinginan pasien untuk makan
sehingga kebutuhan kalori terpenuhi
·
Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
Rasional : suasana yang nyaman membantu pasien untuk
meningkatkan keinginan untuk makan
·
Beri HE tentang manfaat asupan nutrisi
Rasional : makanan menyediakan kebutuhan kalori untuk
tubuh dan dapat membantu proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh
8.
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan perawatan
a. Tujuan
: pasien tidak cemas/berkurang
b. Intervensi
·
Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi
Rasional ketakutan dapat terjadi karena kurangnya
informasi tentang prosedur yang akan dilakukan, tidak tahu tentang penyakit dan
keadaannya
·
Jelaskan prosedur tindakan secara sederhana
sesuai tingkat pemahaman pasien.
Rasional : memberikan informasi kepada pasien tentang
prosedur tindakan akan meningkatkan pemahaman pasien tentang tindakan yang
dilakukan untuk mengatasi masalahnya
·
Diskusikan ketegangan dan harapan pasien.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan
pasien
Perkuat faktor-faktor pendukung untuk mengurangi ansiates.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
9.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
terpajan informasi
Tujuan : untuk
mengetahui penyakit yang diderita
Intervensi :
·
Berikan komunikasi
terapiutuk kepada klien dan keluarga klien
Rasional
: Memudahkan dalam melakukan prosedur terpiutuk kepada klien
·
Berikan KIE
mengenai proses penyakitnya kepada klien dan keluarga klien
Rasional : Klien dan keluarga klien dapat mengetahui
proses penyakit yang diderita oleh klien.
D.
Implementasi
Pelaksanaan keperawatan/implementasi harus sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan
dengan masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaan keperawatan ada 4 yang dilakukan
yaitu :
1.
Tindakan mandiri
2.
Tindakan observasi
3.
Tindakan health education
4.
Tindakan kolaborasi
E.
Evaluasi
Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan
sejauh mana tujuan dapat dicapai, sehingga dalam mengevaluasi efektivitas tindakan
keperawatan, perawat perlu mengetahui kriteria keberhasilan dimana kriteria ini
harus dapat diketahui. Dalam evaluasi dapat dikemukakan 4 kemungkinan yang
menentukan keperawatan selanjutnya yaitu
:
1)
Masalah klien dapat dipecahkan
2)
Sebagian masalah klien dapat dipecahkan
3)
Masalah klien tidak dapat dipecahkan
4)
Dapat muncul masalah baru.