LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN POLIP NASI
DI RUANGAN THT RSUD PROVINSI SULTRA
OLEH
Hamzal Karam
CI Lahan CI
Institusi
(…………………………...) (……………………………)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKES MANDALA-WALUYA
KENDARI
2012
LAPORAN PENDAHULUAN
POLIP NASI
A.
Pengertian
Polip nasi ialah massa lunak yang
bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat inflamasi mukosa.
Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak bening karena
mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat bulat atau lonjong, tunggal atau
multipel, unilateral atau bilateral. (Anonim, 2010)
B.
Etiologi
Terjadi
akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Polip dapat
timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai
usia lanjut. Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan
kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.
Dulu
diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau
penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini
dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum
diketahui dengan pasti.
Polip
disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya bertangkai, tidak
mengandung pembuluh darah. Di hidung polip dapat tumbuh banyak, apalagi bila
asalnya dari sinus etmoid. Bila asalnya dari sinus maksila, maka polip itu
tumbuh hanya satu, dan berada di lubang hidung yang menghadap ke
nasofaring (konka). Keadaan ini disebut polip konka. Polip konka biasanya lebih
besar dari polip hidung. Polip itu harus dikeluarkan, oleh karena bila tidak,
sebagai komplikasinya dapat terjadi sinusitis. Polip itu dapat tumbuh banyak,
sehingga kadang-kadang tampak hidung penderita membesar, dan apabila
penyebarannya tidak diobati setelah polip dikeluarkan, ia dapat tumbuh kembali.
Oleh karena itu janganlah bosan berobat, oleh karena seringkali seseorang
dioperasi untuk menegluarkan polipnya berulang-ulang.
Yang
dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
a) Alergi
terutama rinitis alergi.
b) Sinusitis
kronik.
c) Iritasi.
d) Sumbatan
hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.
C.
Patofisiologi
Pada tingkat permulaan
ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius.
Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang
sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin
membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk
tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk
akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan
rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh
darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong
ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya
terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar
di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan
pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai
riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi
perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim
sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi,
polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.
D.
Manifestasi
Klinis
Gejala
utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini
tidak hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan yang hebat
dapat menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini
menyumbat sinus paranasal, akan timbul sinusitis dengan keluhan nyeri kepala
dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin dan
iritasi di hidung.
Sumbatan
hidung yang menetap dan semakin berat dan rinorea. Dapat terjadi sumbatan
hiposmia atau anosmia. Bila menyumbat ostium, dapat terjadi sinusitis dengan
ingus purulen. Karena disebabkan alergi, gejala utama adalah bersin dan iritasi
di hidung.
Pada
pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerah-merahan
dalam kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya
lunak, tidak nyeri bila ditekan, mudah berdarah, dan tidak mengecil pada
pemakaian vasokontriktor.
Pada
rhinoskopi anterior polip nasi sering harus dibedakan dari konka hidung yang
menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaannya:
Polip
|
Konka
polipoid
|
Bertangkai
|
Tidak
bertangkai
|
Mudah
digerakkan
|
Sukar
digerakkan
|
Tidak
nyeri tekan
|
Nyeri bila
ditekan dengan pinset
|
Tidak
mudah berdarah
|
Mudah
berdarah
|
Pada
pemakaian vasokonstriktor tidak mengecil
|
Dapat
mengecil dengan vasokonstriktor
|
E.
Pemeriksaan
Fisik
Polip
nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak
mekar karena pelebar batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior
terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan
mudah digerakkan.
Pembagian
stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997),
Stadium 1 : polip
masi terbatas di meatus medius
Stadium
2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum
memenuhi rongga hidung
Stadium
3 : polip yang massif
F.
Pemeriksaan Diagnostik
Foto
polos sinus paranasal (posisi Waters,AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan
penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi kurang
bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi computer (TK, CT scan)
sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada
kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal
diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan
pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
·
Naso-endoskopi
Adanya
fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang
baru. Polip stadium 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi
anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.Pada kasus polip koanal
juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius
sinus maksila
·
Pemeriksaan Radiologi
Foto
polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus,
tetapi sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi karena dapat
memberikan kesan positif palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat memberikan
informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di
daerah kompleks ostio-meatal. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan)
sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada
kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal
diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan
pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya
untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal, sedangkan pada polip yang
rekuren diperlukan juga potongan aksia
G.
Penatalaksanaan
Tujuan
utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan keluhan-keluhan,
mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian
kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medika
mentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik. Polip tipe eosinofilik
memberikan respons yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid
intranasal dibandingkan polip tipe neurotrofilik.
Kasus
polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat
massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip
(polipektomi) menggunakan senar polip atau cumin dengan analgesic local,
etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid,
operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila
tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (bedah Sinus
Endoskopi Fungsional).
Bila
polip masih kecil, dapat diobati secara konservatif dengan kortikosteroid sistemik
atau oral, misalnya prednisone 50mg/hari atau deksamentosa selama 10 hari
kemudian diturunkan perlahan. Secar local dapat disuntikkan ke dalam polip,
misalnya triamsinolon asetonid atau predsinolon 0,5 ml tiap 5-7 hari sekali
sampai hilang. Dapat dipakai secara topical sebagai semprot hidung, misalnya
beklometason dipropionat. Bila sudah besar, dilakukan ekstraksi polip dengan
senar. Bila berualang dapat dirujuk untuk operasi etmoidektomi intranasal atau
ekstranasal
Pengobatan
juga perlu ditunjukkan pada penyebabnya, dengan menghindari allergen penyebab.
Ada tiga macam penanganan polip nasi yaitu :
a) Cara konservatif
b) Cara operatif
c) Kombinasi keduanya.
Cara
konservatif atau menggunakan obat- obatan yaitu menggunakan glukokortikoid yang
merupakan satu- satunya kortikosteroid yang efektif, terbagi atas
kortikosteroid topical dan kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid topical
(long term topical treatment) diberikan dalam bentuk tetes atau semprot hidung
tiak lebih dari 2 minggu. Kortikosteroid sistemik (short term systemic
treatment) dapat diberikan secara oral maupun suntikan depot. Untuk preparat
oral dapat diberikan prednisolon atau prednisone dengan dosis 60 mg untuk empat
hari pertama, selanjutnya ditappering off 5 mg/hr sampai hari ke-15 dengan
dosis total 570 mg. Suntikan depot yang dapat diberikan adalah
methylprednisolon 80 mg atau betamethasone 14 mg setiap 3 bulan.
Cara
operatif dapat berupa polipektomi intranasal, polipektomi intranasal dengan
ethmoidektomi, transantral ethomiodektomi dan sublabial approach (Caldweel-luc
operation), frontho-ethmoido- sphenoidektomi eksternal dan endoskopik
polipektomi dan bedah sinus
ASUHAN KEPERAWATAN DI
POLI THT
DENGAN KASUS POLIP
NASI
A.
Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar
dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data atau
informasi tentang pasien
agar dapat mengidentifikasi
mengenai masalah masalah,
kebutuhan kesehatan dan perawatan pasien baik fisik,
mental, social dan lingkungan.
I.
Pengumpulan Data
1.
Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, tanggal MRS. diagnose medis dan no register.
2.
Keluhan Utama.
Sulit bernapas.
3.
Riwayat Kesehatan
Dahulu.
Klien memiliki riwayat penyakit sinusitis, rhinitis alergi,
serta riwayat penyakit THT. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan
hidung atau trauma. Selain itu, klien pernah menderita sakit gigi geraham.
4.
Riwayat Penyakit
Sekarang.
Klien merasakan buntu pada hidung dan nyeri kronis pada hidung.
5.
Riwayat Penyakit
Keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita polip dan epistaksis.
6.
Riwayat
Psikososial.
Intrapersonal : klien merasa cemas akibat nyeri
yang kronis.
Interpersonal : gangguan citra
diri yang berhubungan dengan suara sengau akibat massa dalam hidung.
II.
Pemeriksaan Fisik
Persistem.
1)
B1 (breath) :
RR dapat meningkat atau menurun, terjadi perubahan pola napas akibat adanya
massa yang membuntu jalan napas, adanya suara napas tambahan seperti ronchi
akibat penumpukan secret, serta terlihat adanya otot bantu napas saat
inspirasi.
2)
B2
(blood) : tidak
ada gangguan.
3)
B3
(brain) : adanya nyeri kronis akibat pembengkakan pada mukosa,
gangguan penghidu atau penciuman.
4)
B4 (bladder) :
terjadi penurunan intake cairan.
5)
B5
(bowel) : nafsu makan menurun, berat badan turun, klien terlihat
lemas.
6)
B6
(bone) : tidak ada gangguan.
B.
Diagnosa
Keperawatan dengan Polip Hidung.
- Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya masa dalam hidung
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif dalam 10 – 15
menit setelah dilakukan tindakan.
Kriteria Hasil :
- RR normal (16 – 20 x/menit).
- Suara napas vesikuler.
- Pola napas teratur tanpa menggunakan otot bantu
pernapasan.
- Saturasi oksigen 100%
Intervensi :
1.
Observasi RR tiap 4
jam, bunyi napas, kedalaman inspirasi, dan gerakan dada.
R/
Mengetahui keefektifan pola napas.
2.
Auskultasi bagian
dada anterior dan posterior .
R/ Mengetahui
adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi tambahan.
3.
Pantau status
oksigen pasien.
R/ Mencegah
terjadinya sianosis dan keparahan.
Tindakan Mandiri Perawat :
1)
Berikan posisi
fowler atau semi flower.
R/ Mencegah
obstruksi/aspirasi, dan meningkatkan ekspansi paru.
2)
Lakukan Nebulizing.
R/ Membantu
pengenceran sekret.
3)
Berikan oksigen (O2).
R/ Mengkompensasi
ketidakadekuatan O2 akibat inspirasi yang kurang maksimal.
Tindakan Kolaborasi :
Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspetoran,
bronkodilator.
R/ Mukolitik
untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret,
bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk
meningkatkan kenyamanan.
Tindakan Edukasi :
1.
Ajarkan batuk
efektif pada pasien.
R/Membantu
pasien untuk mengeluarkan sekret yang menumpuk.
2.
Ajarkan terapi
napas dalam pada pasien.
R/Membantu melapangkan ekspansi paru.
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan nafsu makan setelah
dilakukan tindakan dalam 3 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
- Klien tidak merasa
lemas.
- Nafsu makan klien
meningkat.
- Klien mengalami
peningkatan BB minimal 1kg/2minggu.
- Kadar albumin >
3.2, Hb > 11.
Intervensi :
1.
Pastikan pola diet
biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai.
R/
Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien.
2.
Pantau masukan dan
pengeluaran dan berat badan secara pariodik.
R/
Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan.
3.
Kaji turgor kulit
pasien.
R/
Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan.
4.
Pantau nilai
laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah.
R/
Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa
dalam darah.
Tindakan Mandiri Perawat :
1)
Pertahankan berat
badan dengan memotivasi pasien untuk makan.
R/
Mempertahankan berat badan yang ada agar tidak semakin berkurang.
2)
Menyediakan makanan
yang dapat meningkatkan selera makan pasien.
R/
Meningkatkan nafsu makan pasien
3)
Berikan makanan
kesukaan pasien.
R/
Merangsang nafsu makan pasien.
Tindakan Kolaborasi :
1.
Kolaborasi dengan
tim analis medis untuk mengukur kandungan albumin, Hb, dan kadar glukosa darah.
R/
Mengetahui adanya bising atau peristaltik usus yang mengindikasikan
berfungsinya saluran cerna.
2.
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk memberikan diet seimbang TKTP pada pasien.
R/
Mengetahui kandungan biokimiawi darah pasien.
3.
Diskusikan dengan
dokter mengeni kebutuhan stimulasi nafsu makan atau makanan pelengkap.
R/
Memberikan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan memberi
rangsangan pada pasien untuk menimbulkan kembali nafsu makannya.
Tindakan Edukasi :
1.
Berikan informasi
yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
R/
Agar pasien mengetahui kebutuhan nutrisinya dan cara memenuhinya yang sesuai
dengan kebutuhan.
2.
Ajarkan pada pasien
dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
R/
Agar pasien mendapatkan gizi yang seimbang dengan harga yang relatif
terjangkau.
3.
Dukung keluarga
untuk membawakan makanan favorit pasien di rumah.
R/ Merangsang
nafsu makan pasien.
- Resiko infeksi b.d terhambatnya drainase sekret.
Tujuan : Meningkatnya fungsi indera penciuman klien.
Kriteria hasil:
- Klien tidak merasa lemas.
- Mukosa mulut klien tidak kering.
Intervensi :
1.
Pantau adanya
gejala infeksi
R/
Menjaga timbulnya infeksi
2.
Kaji faktor yang
dapat meningkatkan serangan infeksi.
R/ Menjaga
perilakudan keadaan yang mendukung terjadinya infeksi.
Tindakan Mandiri Perawat :
1)
Awasi suhu sesuai
indikasi.
R/
Reaksi demam indicator adanya infeksi lanjut.
2)
Pantau suhu
lingkungan.
R/
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
- Hambatan interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat sumbatan polip.
Tujuan: peningkatan sosialisasi.
Kriteria Hasil:
- Menunjukkan keterlibatan sosial.
- Menunjukkan penampilan peran.
Intervensi :
1.
Kaji pola interaksi
antara pasien dengan orang lain.
R/ Mengetahui tingkat sosialisasi pasien dengan orang lain.
Tindakan mandiri Perawat :
3)
Tetapkan jadwal
interaksi.
R/
Pasien dapat beristirahat dan bersosialisasi dengan maksimal.
4)
Identifikasi
perubahan perilaku yang spesifik.
R/
Perawat dapat mengerti kondisi psikis pasien.
5)
Libatkan pendukung
sebaya dalam memberikan umpan balik pada pasien dalam interaksi sosial.
R/
Keberadaan pendukung sebaya akan menjadi teman untuk bersosialisasi.
Tindakan Kolaborasi :
Kolaborasi dengan psikolog untuk memberikan motivasi diri
pada pasien.
R/
Motivasi diperlukan dalam mengubah persepsi pasien menjadi lebih baik.
Tindakan Edukasi :
Berikan informasi tentang sumber-sumber di komunitas yang
akan membantu pasien untuk melanjutkan dengan meningkatkan interaksi sosial
setelah pemulangan.
R/
Pasien dapat meningkatkan sosialisasi dengan dengan baik pada komunitas
masyarakat dan sekitarnya.
- Ansietas b.d kegelisahan adanya sumbatan pada hidung.
Tujuan : pengurangan ansietas.
Kriteria Hasil :
- Pasien tidak menunjukkan kegelisahan.
- Pasien dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan
negatif.
- Tidak terjadi insomnia.
Intervensi :
1.
Kaji tingkat
kecemasan pasien.
R/
Mengetahui tingkat kecemasan pasien.
2.
Tanyakan kepada
pasien tentang kecemasannya.
R/ Mengetahui
penyebab kecemasan pasien.
Tindakan Mandiri Perawat :
1)
Ajak pasien untuk
berdiskusi masalah penyakitnya dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menentukan pilihan.
R/
Meningkatkan motivasi diri pasien.
2)
Berikan posisi yang
nyaman pada pasien.
R/
Tingkat kenyamanan pasien dapat mempengaruhi kecemasan pada pasien.
3)
Berikan hiburan
kepada pasien.
R/
Hiburan akan mengalihkan fokus pasien dari kecemasannya.
Tindakan Kolaborasi :
Berikan obat- obatan penenang jika pasien mengalami
insomnia.
R/
Memberikan bantuan farmakologik untuk menenangkan pasien.
Tindakan Edukasi :
a.
Sediakan informasi
faktual menyangkut diagnosis, perawatan, dan prognosis.
R/ Memberi
pengetahuan yang faktual pada pasien
b.
Ajarkan pasien
tentang penggunaan teknik relaksasi.
R/ Relaksasi
membantu menurunkan kecemasan pada pasien.
c.
Jelaskan semua
prosedur, termasuk sensasi yang biasanya dirasakan selama prosedur.
R/ Kejelasan
mengenai prosedur dapan mengurangi kecemasan pasien.
- Nyeri kronis b.d penekanan polip pada jaringan sekitar.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
- Klien mengungkapakan kualitas nyeri yang dirasakan
berkurang atau hilang.
- Klien tidak menyeringai kesakitan.
- Tidak ada kegelisahan dan ketegangan otot.
- Tidak terjadi perubahan pola tidur pada pasien.
Intervensi :
1.
Kaji tingkat nyeri
klien
R/
Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2.
Observasi
tanda-tanda vital dan keluhan klien.
R/
Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien. TTV dapat menunjukkan
kualitas nyeri dan respon nyeri oleh tubuh pasien tersebut.
3.
Kaji pola tidur ,
pola makan, serta pola aktivitas pasien.
R/
Untuk mengetahui pengaruh nyeri yang timbul pada pola kesehatan pasien.
Tindakan Mandiri Perawat :
Ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi (misal: baca buku
atau mendengarkan music).
R/
Klien mengetahui teknik distraksi dan relaksasi sehingga dapat mempraktekannya
bila mengalami nyeri.
Tindakan Kolaborasi :
Kolaborasi dengan tim medis untuk terapi konservatif:
pemberian obat acetaminofen; aspirin, dekongestan hidung; pemberian analgesik.
Tindakan Edukasi :
6)
Jelaskan sebab dan
akibat nyeri pada klien serta keluarganya.
R/
Memberikan pengetahuan pada klien dan keluarga.
7)
Jelaskan pada
keluarga dan pasien bahwa dalam penatalaksanaan ini membutuhkan kepatuhan
penderita utk menghindari penyebab / pencetus alergi.
R/
Untuk memaksimalkan tindakan (mengurangi ketidak patuhan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar