I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan
kesehatan adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, kualitas hidup, memperpanjang umur harapan hidup, meningkatkan
kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta meningkatkan kesadaran masyarakat
akan pentingnya hidup sehat. Pembangunan kesehatan merupakan pembangunan sumber
daya manusia yang bersifat berkelanjutan, menyeluruh dan terpadu dalam kesatuan
langkah dan gerak antar pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi. Keberhasilan
pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan
peran serta masyarakat sebagai pelaku pembangunan tersebut. Oleh karena itu,
peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerah merupakan suatu hal yang
sangat penting.
Memasuki
abad ke-21, Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan tantangan strategis yang harus
diperhatikan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Pembaharuan kebijakan
pembangunan telah dilakukan pada tahun 1999 dan berhasil merumuskan visi
pembangunan kesehatan Indonesia yang baru yaitu Indonesia Sehat 2010. Untuk menciptakan derajat kesehatan masyarakat dan untuk mendukung
pencapaian Indonesia Sehat 2010, kualitas sumber daya kesehatan serta peran
aktif masyarakat sebagai pelaku pembangunan sangat menentukan. Pemerintah dan
masyarakat di daerah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan
pembangunan secara umum termasuk pembangunan kesehatan.
Untuk mewujudkan
Indonesia Sehat 2010, penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut perlu
didukung antara lain oleh pengembangan sumber daya tenaga kesehatan dari
masyarakat dan pemerintah yang memadai. Pengembangan tenaga kesehatan ini pada
hakekatnya adalah proses yang bersifat multidisiplin dan lintas sektoral serta
lintas program untuk memeratakan dan meningkatkan mutu tenaga kesehatan,
melalui tiga upaya pokok yaitu : penyusunan kebijakan dan rencana,
pendayagunaan dan pendidikan serta pelatihan tenaga kesehatan di daerah baik
propinsi maupun kabupaten/kota ditujukan untuk menciptakan dan mempertahankan
propinsi, kabupaten/kota sehat dengan menerapkan pembangunan berwawasan
kesehatan. Untuk mendukung pencapaian visi Indonesia Sehat 2010 tersebut
diperlukan sumber daya manusia yang bermutu dan merata (Depkes RI, 2000).
Pengembangan
manajemen sumber daya manusia sebagai salah satu unsur dalam pembangunan
kesehatan sangat penting sebab kompetisi antara organisasi maupun negara bukan
lagi terletak pada sumber daya alam dan modal yang dimiliki tetapi telah
bergeser pada sumber daya manusia yang mengelola sumber daya lainnya (Ilyas,
2001).
Menurut Tjandra dalam Gani (2003), keberhasilan pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan visi
Indonesia Sehat
2010 sangat ditentukan oleh mutu tenaga
kesehatan dalam peranannya sebagai pemikir, perencana dan pelaksana roda
kesehatan. Salah satu yang berperan dan pengembangan dan peningkatan mutu
tenaga/SDM kesehatan ialah melalui pendidikan dan pelatihan (diklat), pengembangan
seorang pegawai dapat ditujukan untuk promosi pada jabatan yang sekarang atau
mutasi ke bidang lain.
Upaya pengembangan
sumber daya pegawai dalam rangka untuk memperoleh pegawai yang profesional diantaranya
dapat ditempuh melalui peningkatan dan pengembangan pendidikan pegawai termasuk
kuantitas serta kualitas pelatihan pegawai, dan promosi pegawai. Melalui upaya
pengembangan sumber daya manusia (SDM) pegawai tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan operasional dan daya pikir pegawai dalam melaksanakan berbagai tugas
yang diberikan kepadanya.
Pengembangan pegawai kesehatan baik
swasta maupun pemerintah penting untuk terus dikembangkan dan ditingkatkan
serta diserasikan secara bertahap. Dalam hal ini kaitannnya dengan pemerintah
menerapkan kebijakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di pusat dan daerah yang meliputi antara lain
pengaturan sarana, standar dan prosedur kepegawaian serta pengembangan karir
melalui pendidikan, pelatihan, mutasi dan promosi (Depkes RI, 2001).
Pendidikan yang
semakin tinggi akan berimplikasi pada peningkatan kemampuan pengetahuan dan
pola pikir pegawai menunaikan pekerjaannya yang hasil akhirnya memberikan
penampilan kerja yang memuaskan, dedikasi dan loyalitas yang tinggi, dan
produktivitas yang sesuai dengan tuntutan tugas dan harapan institusi. Pendidikan tenaga kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan kesehatan merupakan
salah satu elemen penting dalam menunjang terwujudnya Indonesia Sehat 2010.
Berkenaan dengan hal tersebut, upaya peningkatan kualitas sumberdaya kesehatan
melalui jalur pendidikan di bidang kesehatan, merupakan satu jawaban yang
sangat tepat. Pelaksanaan proses pendidikan tenaga kesehatan yang merupakan proses alih ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan merupakan suatu tindakan sadar dalam rangka mencerdaskan anak bangsa dalam
mencapai tingkat profesionalisme sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan
tenaga kesehatan yang diikutinya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Riza Fahriansyah (2008) tentang Kebijakan Sumberdaya Manusia Kesehatan di Provinsi
Bangka Belitung, diperoleh informasi bahwa pengembangan pegawai melalui pendidikan
dan pelatihan belum dapat mengakomodir semua tenaga. Hampir semua program
pelaksanaan pelatihan belum efektif dan
efisien, serta belum sesuai dengan kebutuhan. Metode pelatihan yang selalu sama
dan hanya berupa teori di dalam kelas. Pelaksanaan pendidikan tenaga kesehatan
melalui tugas belajar dan izin belajar belum dilakukan secara transparan.
Lemahnya aturan dan kurang selektifnya pemerintah dimanfaatkan oleh tenaga
bukan putra daerah untuk mencari peluang mendapat tugas belajar di daerah
tempat kerjanya setelah menyelesaikan pendidikan tugas belajar mutasi atau
pindah ke daerah asalnya. Mutasi tenaga kesehatan untuk menduduki suatu jabatan
lebih bersifat politis sehingga orang yang bukan tenaga kesehatan bisa diangkat
untuk menjadi kepala bidang atau kepala dinas kesehatan (http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id. Diakses
tanggal 17 Februari 2009).
Rasio antara tenaga
kesehatan dan jumlah penduduk Indonesia untuk mencapai Visi Indonesia Sehat
2010 yakni untuk dokter umum 1 : 2.000-2.500 dan dokter gigi 1 : 10.000. Jika diperhitungkan secara deret hitung maka pada saat ini diperkirakan
jumlah dokter sekitar 40.000 orang ini berarti bahwa untuk mencapai jumlah
94.376 orang di tahun 2010 diperlukan tambahan dokter baru sebanyak 54.376
dokter baru. Ini berarti bahwa setiap tahun diperlukan penambahan dokter
sebanyak 54.376 dibagi 7 (tujuh tahun) lagi atau sebanyak 7.768 dokter baru.
Jumlah tenaga lulusan keperawatan yang
sampai dengan 2003 diperkirakan sebanyak 233.116 orang tersebar di seluruh
wilayah. Apabila dibandingkan dengan indikator Indonesia Sehat 2010 sebesar 117 orang perawat untuk 100.000
penduduk atau sebanyak 276.049 orang perawat di tahun 2010, maka Indonesia
hanya memerlukan tambahan tenaga perawat sebanyak 42.933 orang perawat lagi
untuk memenuhi kebutuhan dalam menunjang Indonesia Sehat 2010 atau sekitar
6.130 orang perawat setiap tahunnya.
Sedangkan untuk tenaga bidan, rasio dengan jumlah penduduk yakni 1 : 1.000. Untuk
apoteker, rasio ideal antara jumlah penduduk dengan tenaga
apoteker di Indonesia adalah 1 : 10.000, sehingga jika
melihat lulusan apoteker yang dihasilkan perguruan tinggi
farmasi (PTF) hingga saat ini mencapai 27.000. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk
Indonesia sebanyak 230 juta jiwa, maka rasio ideal ini telah terlampaui.
Perhitungan kebutuhan untuk mendukung
Indonesia Sehat 2010 sebanyak 94.376 sanitarian sedangkan saat ini baru mempunyai tenaga
sebanyak 12.461 orang masih membutuhkan tenaga sanitarian sebanyak 81.915 orang
atau sekitar 11.000 sanitarian setiap tahunnya. Apabila dikaitkan dengan institusi pendidikan
sanitarian yang ada saat ini yaitu D III kesehatan lingkungan yang berjumlah 23
buah dan dari jurusan kesehatan lingkungan di poltekes sebanyak 20 buah apabila diperkirakan setiap institusi
mengahasilkan lulusan sebanyak 60 orang setiap tahunnya maka institusi ini baru
menghasilkan
lulusan sebanyak 2.580 orang atau masih kekurangan 8.420 orang. Meskipun secara
perhitungan bahwa tenaga sanitarian masih sangat kekurangan namun pada kenyataannya masih banyak
tenaga sanitarian yang belum bekerja sesuai dengan bidangnya karena keterbatasan pemerintah
dalam menyerap tenaga ini (http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 26
April 2009).
Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe sebagai
salah satu instansi pelaksana pembangunan kesehatan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara, mempunyai peran penting dalam
peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) aparaturnya
sehingga upaya perencanaan dan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dapat berjalan
dengan optimal.
Berdasarkan studi pendahuluan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe, diperoleh data mengenai jumlah keseluruhan pegawai di Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe baik yang
menduduki jabatan struktural maupun fungsional berjumlah 108 orang dengan rincian berdasarkan
jenjang
pendidikan terakhir, yaitu Strata 2 (S2) berjumlah 8 orang (7,4 %), Strata
1 (S1) berjumlah 43 orang (39,8 %) dengan rincian 8 orang sarjana non kesehatan,
Diploma 3 (D3) berjumlah 13 orang (12,0 %), Diploma 1 (D1) berjumlah 2 orang
(1,9%), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) berjumlah 42 orang (38,9 %) (Daftar Hadir Pegawai
Dinas Kesehatan Kab. Konawe Bulan Desember, 2008).
Berdasarkan data tersebut, tergambar secara gamblang berdasarkan jenjang pendidikan bahwa komposisi pegawai di
Dinas Kesehatan Kab. Konawe masih memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah sehingga hal tersebut perlu menjadi perhatian penting
bagi pengambil kebijakan tertinggi di Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe dalam
peningkatan kualitas SDM aparaturnya.
Berdasarkan
hasil studi pendahuluan pula, diperoleh informasi bahwa untuk kegiatan
pelatihan bagi para pegawai tidak rutin
dilakukan. Dari segi mutasi pegawai, diperoleh informasi bahwa terdapat 8 orang
pegawai yang dimutasi yakni diantaranya ke beberapa Puskesmas dan kantor
kelurahan di wilayah Kab. Konawe, Bapedalda Kab. Konawe, Dinas Kesehatan Kab. Konawe
Utara, serta Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kab. Konawe.
Sehubungan
hal tersebut dan mengingat pentingnya peningkatan profesionalisme tugas dan
tanggung jawab serta pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) pegawai dalam rangka
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan, maka penulis tertarik melakukan
penelitian tentang Analisis Pengembangan Sumber Daya
Pegawai Pada Dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe
Tahun 2009.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
dapat ditarik rumusan masalah penelitian yaitu : Bagaimanakah pengembangan
sumber daya pegawai pada Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe ditinjau dari
pendidikan, pelatihan, dan promosi tahun 2009 ?
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengembangan sumber daya pegawai pada Dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe ditinjau dari pendidikan, pelatihan, dan promosi tahun
2009.
2.
Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui pengembangan sumber daya pegawai melalui
pendidikan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe tahun 2009.
2.
Untuk mengetahui pengembangan sumber daya pegawai
melalui pelatihan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe tahun 2009.
3.
Untuk mengetahui pengembangan sumber daya pegawai
melalui promosi pada Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe tahun 2009.
D.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Sebagai sumber informasi
mengenai pengembangan sumber daya pegawai pada Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe
sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan bagi pihak
yang berwenang dimasa yang akan datang.
2. Manfaat Ilmiah
Sebagai bahan dalam upaya memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan sehingga dapat bermanfaat bagi
peneliti berikutnya.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai tambahan pengalaman dan
pengetahuan penulis dalam memperluas wawasan tentang pengembangan sumber daya pegawai
pada Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan Hasil Penelitian
Penelitian
yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna, tentang analisis pengembangan sumber daya aparatur menunjukkan bahwa kebijakan pengembangan tenaga kesehatan
aparaturnya belum efektif dan terstruktur karena dalam perumusan kebijakan
belum sepenuhnya dilakukan analisis kebutuhan pengembangan tenaga kesehatan
secara menyeluruh. Selain itu, pelaksanaan kelanjutan
pendidikan belum efektif dan terstruktur karena masih tergantung dana yang
tersedia, masih adanya tenaga kesehatan yang melanjutkan studi di luar dari
relevansi keilmuan sebelumnya dan kelanjutan pendidikan hanya diutamakan tenaga
medis dan paramedis (Suhadi, 2007).
Penelitian
yang dilakukan oleh Takdir (2003) tentang pengelolaan pengembangan karier
tenaga perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka, menunjukkan bahwa pengembangan
karier melalui pendidikan masih rendah karena
keterbatasan kemampuan pemerintah untuk menyediakan biaya pendidikan sehingga
terasa berat untuk melanjutkan pendidikan jika harus mengandalkan biaya
sendiri. Pengembangan karier melalui pelatihan pun juga rendah karena dipengaruhi oleh terbatasnya ketersediaan dana pelatihan bagi perawat
dan potensi perawat itu sendiri. Sedangkan
pada aspek mutasi pegawai, pengembangan karier para perawat cukup rendah, ini disebabkan karena tenaga perawat profesional yang ahli di bidang
tertentu masih rendah sehingga pelaksanaan mutasi belum mencapai maksimal.
Penelitian yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Kolaka tentang pengembangan pegawai di instansi
tersebut, menunjukkan bahwa secara umum pengelolaan pengembangan pegawai baik
melalui aspek pendidikan, pelatihan, mutasi, dan promosi belum terlaksana
dengan baik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya
kesempatan dan kurangnya biaya (Haerun, 2004).
B.
Tinjauan Teori
1.
Tinjauan Tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan sumber daya manusia adalah salah satu faktor terpenting dalam
melaksanakan suatu bidang pembangunan. Hal ini sesuai dengan tujuan
pengembangan sumber daya manusia yang diarahkan untuk merubah sumber daya manusia
yang potensial menjadi tenaga kerja yang produktif (Siagian, 2000).
Pengembangan sumber daya pegawai adalah
suatu usaha meningkatkan kemampuan tekhnis, konseptual dan moral pegawai sesuai
dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan pelatihan demi
peningkatan posisi seorang pegawai/karyawan dari sebelumnya dalam kehidupan
pekerjaannya (Hasibuan, 2000).
Menurut
Ranupandojo dan Husnan (2002), efisiensi suatu organisasi sangat tergantung
pada baik buruknya pengembangan anggota organisasi itu sendiri. Karena itu
untuk meningkatkan kemampuan kerja para karyawan, organisasi harus menjalankan
usaha-usaha pengembangan karyawannya. Tujuan pengembangan karyawan adalah untuk memperbaiki efektivitas kerja karyawan
dalam mencapai hasil-hasil kerja yang telah ditetapkan. Perbaikan efektivitas
kerja dapat dilakukan dengan cara memperbaiki pengetahuan karyawan, keterampilan
karyawan maupun sikap karyawan itu sendiri terhadap tugas-tugasnya.
Pengembangan
pegawai kesehatan baik swasta maupun pemerintah penting untuk terus
dikembangkan dan ditingkatkan serta diserasikan secara bertahap. Dalam
kaitannya dengan hal ini pemerintah menerapkan kebijakan pembinaan pegawai
negeri sipil di pusat dan daerah yang meliputi antara lain pengaturan sarana,
standar dan produser kepegawaian serta pengembangan karir, melalui pendidikan,
pelatihan, mutasi dan promosi (Depkes, 2001).
Program
pengembangan karyawan hendaknya disusun secara cermat dan didasarkan kepada
metode-metode ilmiah serta berpedoman pada ketrampilan yang dibutuhkan saat ini
maupun untuk masa depan. Pengembangan harus bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan supaya prestasi
kerjanya baik dan mencapai hasil yang optimal. Pengembangan adalah suatu usaha
untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan melalui pendidikan dan latihan
(Hasibuan, 2003).
Pada proses pengembangan karir dikenal dua hal penting yaitu pengembangan
secara struktural dan fungsional atau profesional. Untuk lebih memahami mengenai kedua metode
pengembangan karir tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu :
1. Pengembangan secara struktural
Pengembangan secara struktural adalah
pengembangan yang tertera di dalam program organisasi misalnya, seorang dokter bisa menjadi kepala
unit atau menjadi kepala medis atau direktur rumah sakit. Perawat bisa menjadi
kepala shift, supervisor perawatan atau kepala perawatan. Disini jenjang karir
jelas, bisa diformulasikan job
description, job analysis maupun
kepangkatan/golongan. Tetapi ada dokter yang mempunyai keahlian yang tinggi,
spesialisasi/sub spesialisasi yang tinggi, mendapat pendidikan S2 ataupun S3
tetapi tidak mempunyai jabatan struktural, hal ini dimaksudkan ke dalam jabatan
fungsional atau profesional.
2. Pengembangan secara fungsional atau
profesional
Pengembangan secara fungsional/profesional
hingga saat ini masih belum mantap, baik di perusahaan swasta maupun Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) mempunyai konsep yang berbeda-beda. Di
Departemen Kesehatan sudah ada dengan
sistem kredit poin, yang saat ini sudah dilaksanakan di beberapa rumah sakit.
Konsep untuk pengembangan profesi dengan memakai indeks prestasi pada dasarnya adalah
sebagai berikut :
a. Pendidikan terakhir pada waktu
masuk kerja adalah sebagai standar.
b. Masa kerja di kedinasan menjadi
faktor penambahan.
c. Harus ada tim penguji
pengembangan profesi.
d.
Ada jenjang profesi yang jelas.
Profesionalisme tenaga kesehatan akan
terus ditingkatkan dan dilaksanakan melalui penerapan kemampuan ilmu dan
teknologi serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika (Depkes RI,
2000).
Pengembangan karier yang dilakukan dapat
melalui pendidikan, baik formal/informal. Bentuk pendidikan umumnya dilakukan
melalui tugas belajar atau izin belajar. Sedangkan pelatihan umumnya dengan
kursus-kursus, pelatihan lokakarya
ataupun kegiatan belajar swakarsa yang dilakukan di rumah sakit tersebut yang
dilakukan oleh pihak instansi lainnya (Depkes RI, 1994).
Setiap personal perusahaan dituntut agar dapat
bekerja efektif, efisien, kualitas dan kuantitas pekerjaannya baik, sehingga
daya saing perusahaan semakin besar, pengembangan ini dilakukan untuk tujuan
non karir bagi karyawan (baru atau lama) melalui penddidikan dan latihan (Hasibuan,
2000).
2.
Tinjauan Tentang Pendidikan
Pendidikan
adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan individu dengan cara
meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang pengetahuan umum dan
pengetahuan khusus termasuk peningkatan penguasaan teori pengambilan keputusan
dalam menghadapi persoalan organisasi (Soeprihanto, 2001).
Pendidikan
meningkatkan keahlian teoritis, konseptual, dan moral karyawan, sedangkan
latihan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis pelaksanaan pekerjaan
karyawan (Hasibuan, 2003).
Tingkat
pendidikan yang semakin tinggi akan berakibat pada peningkatan kemampuan
pegawai menunaikan kewajibannya, peningkatan kemampuan karyawan berupa
penampilan kerja yang memuaskan, dedikasi dan loyalitas yang tinggi serta
produktivitas yang sesuai dengan tuntutan tugas dan harapan manajemen (Siagian,
2002).
Pendidikan berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman
atas lingkungan kita secara menyeluruh. Pendidikan merupakan sebuah indikator
yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat mengerjakan suatu pekerjaan
dan dengan latar belakang pendidikan merupakan sebuah hasil yang fantastis dari
kemajuan manusia yang dimaksudkan untuk memberi pandangan yang lebih luas yang
dimungkinkan manusia untuk dapat memperbaiki taraf penghidupannya (Hasibuan,
2000).
Pendidikan
dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang selanjutnya disebut ‘Diklat’
adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan
kemampuan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Adapun tujuan ‘Diklat’ Pegawai Negeri Sipil (PNS),
yaitu :
1. Meningkatkan
pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas
jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika Pegawai
Negeri Sipil (PNS) sesuai dengan kebutuhan instansi.
2. Menciptakan
aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan
kesatuan.
3. Memantapkan
sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan
pemberdayaan masyarakat.
4. Menciptakan
kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan
umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Sasaran ‘Diklat’ adalah terwujudnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki kompetensi yang
sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing (http://ww.bkn.go.id/. Diakses tanggal 18
Maret 2009).
Pengembangan karier yang dilakukan dapat
melalui pendidikan, baik formal/informal. Bentuk pendidikan umumnya dilakukan
melalui tugas belajar atau izin belajar (Depkes RI, 1994).
3.
Tinjauan Tentang Pelatihan
Pelatihan adalah
bagian pendidikan yang menyangkut proses pelajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu
yang relative singkat dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada
teori (Siswanto, 2002).
Pelatihan adalah suatu proses belajar mengajar dengan menggunakan
tekhnik dan metode tertentu, guna meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seorang pegawai
(Nasution, 1994).
Menurut Soeprihanto
(2001), yang dimaksud dengan pelatihan adalah kegiatan untuk memperbaiki
kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan keterampilan operasional dalam
menjalankan suatu pekerjaan. Dapat pula dikatakan bahwa pelatihan merupakan suatu
proses pembinaan mengutamakan kejujuran dan keterampilan operasional.
Menurut
Sastrohadiwiryo dalam Haerun (2004), pelatihan merupakan pendidikan dalam arti
yang agak sempit terutama dengan instruksi, tugas khusus, dan disiplin, pelatihan
merupakan suatu proses aplikasi terutama peningkatan kecakapan dan keterampilan,
karena itu perlu dipelajari bagaimana caranya melaksanakan tugas dan pekerjaan
tertentu
Fungsi pelatihan
adalah memperluas cakrawala, pandangan pengalaman, manajemen, tersebut dengan
jalan memperkenalkan sudut-sudut yang mengakui belum memperoleh perhatian dari
tenaga kerja yang bersangkutan.
Menurut sifatnya
pelatihan dapat dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu pelatihan keahlian
dan pelatihan kejuruan, yaitu :
1)
Pelatihan
keahlian
Pelatihan
keahlian yaitu bagian dari kegiatan yang memberikan kecakapan dan keterampilan
yang disyaratkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan di dalamnya pelatihan
ketatalaksanaan
2)
Pelatihan
kejuruan
Pelatihan
kejuruan yaitu kegiatan yang memberikan pengetahun dan keterampilan yang
disyaratkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang pada umumnya bertaraf lebih
mudah dari pada pelatihan keahlian.
a. Latihan struktural
Latihan bagi
mereka yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan keterampilan dan kemampuan
persyaratan–persyaratan jabatan struktural tertentu seperti kepala seksi, kepala
bagian, kepala sub direktur dan kepala biro.
b. Latihan jabatan fungsional
Latihan tentang
pengetahuan keterampilan dan kemampuan guna memenuhi jabatan fungsional.
Menurut Simamora
(1997), proses latihan dilaksanakan setelah penerimaan
pegawai, dimana pegawai lama atau baru yang sudah berpengalaman perlu diberikan
latihan. Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektifitas dan
efesiensi organisasi. Beberapa manfaat nyata yang ditangguk dari program pelatihan
adalah :
1.
Meningkatkan kualitas dan
kuantitas produktifitas.
2.
Mengurangi waktu belajar yang
diperlukan pegawai agar mencapai standar kinerja yang dapat diterima.
3.
Menciptakan sikap, loyalitas kerjasama
yang lebih menguntungkan.
4.
Memenuhi kebutuhan-kebutuhan
perencanaan sumber daya manusia.
5.
Mengurangi jumlah dan biaya
kecelakaan kerja.
6.
Membantu pegawai dalam peningkatan
dan pengembangan pribadi mereka.
4. Tinjauan Tentang Promosi
Promosi jabatan adalah
proses perubahan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain dalam hirarki wewenang
dan tanggung jawab yang lebih tinggi daripada dengan wewenang dan tanggung
jawab yang telah diberikan kepada tenaga kerja yang sebelumnya (Siswanto,
2002).
Promosi jabatan memberi
peran penting bagi setiap karyawan. Bahkan menjadi idaman yang selalu
dinanti-nantikan oleh karyawan. Karena dengan promosi berarti adanya
kepercayaan dan pengakuan mengenai kemampuan serta kecakapan karyawan
bersangkutan untuk menjabat suatu jabatan yang lebih tinggi. Dengan demikian
promosi akan memberi status sosial, wewenang dan tanggung jawab serta
penghasilan yang semakin besar bagi karyawan tersebut. Jika ada kesempatan
untuk dipromosikan bagi setiap karyawan yang berdasarkan asas keadilan dan
objektivitas, berdisiplin dan berprestasi kerja yang semakin besar sehingga
sasaran organisasi yang optimal dapat dicapai. Sebaliknya jika kesempatan
dipromosikan relative kecil/tidak ada, maka gairah kerja, semangat kerja,
disiplin kerja dan prestasi kerja karyawan akan menurun (Hasibuan, 2000).
Program promosi jabatan
harus memberi informasi tentang asas-asas, dasar-dasar, jenis-jenis, dan
syarat-syarat yang dapat dipromosikan dalam organisasi. Program promosi harus
secara terbuka di informasikan sehingga menjadi motivasi bagi karyawan untuk
bekerja sungguh-sungguh (Hasibuan, 2000).
Pelaksanaan
program promosi bagi tenaga kerja perlu ditetapkan kriteria. Kriteria promosi
hendaknya dipakai sebagai standar dalam menetapkan siapa yang berhak untuk
dipromosikan. Kriteria-kriteria antara lain :
1. Senioritas
Tingkat
senioritas tenaga kerja sering kali dijadikan standar untuk kegiatan promosi
dengan alasan lebih senior. Pengalaman yang dimiliki pun dianggap lebih banyak
daripada junior.
2. Kualitas
Pendidikan
Alasan yang
melatar-belakangi adalah dengan pendidikan yang lebih tinggi diharapkan tenaga
kerja memiliki daya nalar yang lebih tinggi terhadap prospek perkembangan diwaktu
yang mendatang.
3. Prestasi
Kerja
Prestasi kerja
yang lebih tinggi memiliki kecenderungan untuk memperlancar kegiatan promosi
bagi tenaga kerja yang bersangkutan demikian juga kecenderungan yang sebaliknya.
4. Karsa dan
Daya Cipta
Untuk kegiatan
promosi pada jenis kegiatan tertentu karsa dan daya cipta merupakan salah satu
syarat yang tidak perlu ditawarkan lagi hal ini disebabkan untuk jenis
pekerjaan tertentu sangat memerlukan karsa dan daya cipta. Dengan demikian
pelaksanaan promosi bagi tenaga kerja berdampak pada meningkatnya laba yang
lebih tinggi daripada waktu sebelumnya.
5. Tingkat
Loyalitas
Tingkat loyalitas
yang tinggi akan berdampak pada tanggung jawab yang lebih besar.
6. Kejujuran
Khususnya pada
jabatan yang berhubungan dengan finansial, produksi, pemasaran, dan sejenisnya,
kejujuran dipandang amat penting hal ini dimaksudkan untuk jangan sampai kegiatan
promosi malah merugikan, karena kejujuran tenaga kerja yang dipromosikan.
7. Supelitas
Pada jenis
pekerjaan/jabatan tertentu diperlukan kepandaian bergaul, sehingga kriteria
kemampuan bergaul dengan orang lain perlu dijadikan salah satu standar untuk
promosi pada jabatan tersebut makin banyak
kriteria yang diperlukan (Siswanto, 2002).
Tujuan yang
ingin dicapai melalui kegiatan promosi menurut Siswanto (2002) :
1. Meningkatnya moral kerja
Meskipun yang
berpengaruh terhadap meningkatnya semangat dan kegairahan kerja tidak hanya
promosi, namun promosi merupakan salah satu faktor dominan yang dapat dilakukan
demi terwujudnya tujuan tersebut.
2. Meningkatnya disiplin kerja
Kegiatan promosi
diperuntukkan guna menjamin kondisi tersebut dengan disiplin yang tinggi,
tenaga kerja mampu memberikan keluaran
produktifitas kerja yang tinggi pula.
3. Terwujudnya iklim organisasi
yang menggairahkan
Untuk
merealisasikan harapan tersebut alternatif yang dipilih adalah melakukan
promosi bagi tenaga kerja yang telah memenuhi kriteria yang ditetapkan serta
pedoman-pedoman yang berlaku sehingga harmonisasi antara tenaga kerja dapat
terwujud.
4. Meningkatnya produktifitas
tenaga kerja
Dengan moral
kerja disiplin kerja yang tinggi dan ditunjang dengan iklim organisasi yang menggairahkan
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Salah satu cara untuk
menunjang hal tersebut adalah diadakan promosi bagi tenaga kerja yang telah
memiliki kualifikasi sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Prosedur
pelaksanaan promosi yang biasa dianut organisasi antara lain :
1. Promosi dari dalam
Hampir merupakan
suatu tradisi untuk mencari calon yang akan menduduki manajer pada suatu
jajaran tenaga yang ada merupaka kebiasaan umum yang tampaknya hampir membudaya
sebenarnya praktek sebagaimana aktivitas lainnya memiliki kebaikan dan
kebenaran.
2. Promosi melalui prosedur
pencalonan
Pencalonan oleh
manajemen adalah proses guna mengajukan bawahan untuk di promosikan tidak dapat
disangsikan bahwa prosedur ini tidak sistematik dan mudah keliru tetapi
bagaimanapun juga proses inilah yang
paling luas digunakan untuk menyelidiki tenaga kerja yang promosikan.
3. Promosi melalui prosedur seleksi
Biasanya proses seleksi menggunakan berbagai jenis uji psikologis untuk
tujuan ini. Para calon yang akan dipromosikan dihimpun lalu dipilih sesuai
dengan kualifikasi yang ditetapkan akibatnya banyak waktu dan tenaga yang
terbuang dengan sia-sia (Siswanto, 2002).
5.
Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan, tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32
tahun 1996 adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga
kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik,
dan tenaga keteknisan medis. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi,
tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan, tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis
farmasi dan asisten apoteker, tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan
dan sanitarian, tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien, tenaga
keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara, tenaga
keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi
elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik,
teknisi transfusi dan perekam medis.
C. Kerangka Pemikiran
Pembangunan sumber daya manusia sebagai
bagian dari pembangunan kesehatan yang bersifat berkelanjutan, menyeluruh dan
terpadu dalam kesatuan langkah dan gerak antar pemerintah kabupaten/kota maupun
provinsi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) dan peran
serta masyarakat sebagai pelaku pembangunan tersebut.
Pengembangan Sumber daya manusia adalah salah satu faktor terpenting dalam
melaksanakan suatu bidang pembangunan. Hal ini sesuai dengan tujuan
pengembangan Sumber Daya Manusia yang diarahkan untuk merubah Sumber Daya
Manusia yang potensial menjadi tenaga kerja yang produktif (Siagian, 2000).
Upaya pengembangan pegawai pada Dinas
Kesehatan Konawe sebagai salah satu komponen atau pelaku pembangunan kesehatan
di wilayah kerjanya adalah suatu hal yang dianggap perlu agar terjadi
peningkatan keterampilan tekhnis dan operasional dalam bekerja. Pada dasarnya
pengembangan pegawai diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pegawai dan diharapkan
agar lebih mampu menduduki suatu jabatan tertentu.
. Adapun unsur-unsur dalam pengembangan pegawai meliputi
pendidikan, pelatihan, dan promosi. Pengembangan sumber daya pegawai adalah
suatu usaha meningkatkan kemampuan tekhnis, konseptual dan moral pegawai sesuai
dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan pelatihan demi
peningkatan posisi seorang pegawai/karyawan dari sebelumnya dalam kehidupan
pekerjaannya (Hasibuan, 2000).
Berdasarkan dasar pemikiran tersebut, maka kerangka konsep dalam
penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
![]() |
Keterangan :

= Variabel
yang diteliti
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian
D. Definisi Konsep
1. Pengembangan Pegawai
Pengembangan pegawai adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pegawai dengan cara
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam bekerja.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah tingkat pendidikan yang
berkelanjutan yang ditempuh melalui program D 1, D 2, D 3, D 4, S1, S2, dan S3, baik melalui tugas belajar
maupun dengan izin belajar.
3. Pelatihan
Pelatihan adalah kegiatan belajar formal
tambahan yang pernah diikuti oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuannya dalam
bekerja yang terhitung sejak masuk kerja baik pelatihan struktural, fungsional, maupun pelatihan teknis.
4. Promosi
Promosi adalah naiknya jabatan dan/atau kepangkatan seorang
Pegawai Negeri Sipil (PNS) setingkat/lebih tinggi dari jabatan/pangkat sebelumnya.
III.
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan tipe studi eksploratif.
Penelitian ini ingin mengetahui informasi
secara mendalam
mengenai pengembangan sumber daya pegawai
pada Dinas Kesehatan
Kabupaten Konawe tahun 2009.
B.
Pengelolaan
Peran sebagai Peneliti
Pada penelitian ini, peneliti berperan sebagai instrumen utama penelitian
sedangkan informan kunci dan informan biasa sebagai instrumen pendukung penelitian. Penelitian
menggunakan alat
bantu panduan wawancara dan alat perekam suara. Peneliti bertindak sebagai pengamat untuk mengobservasi secara
langsung sekaligus sebagai partisipan untuk melakukan interaksi dengan objek penelitian di lapangan.
C. Waktu dan
Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil
lokasi
di Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe dan dilaksanakan mulai pada
Bulan Mei 2009 dan berakhir
pada Bulan
Juni 2009.
D. Sumber
Data/Informasi
- Data Primer
Sumber informasi berasal dari informan yang
dianggap mengetahui permasalahan dengan jelas, dapat dipercaya untuk dapat
menjadi sumber informasi yang baik serta mampu mengemukakan pendapat secara
baik dan benar. Dengan kriteria sebagai berikut :
a.
Kriteria untuk informan kunci
adalah mereka yang mengetahui masalah pengembangan sumber daya pegawai, dapat memberikan informasi secara jelas
dan terpercaya, serta telah mempunyai pengalaman dalam memecahkan
masalah-masalah dalam pengembangan sumber
daya pegawai.
b.
Kriteria untuk informan biasa
adalah mereka yang secara langsung terlibat dalam program pengembangan sumber daya pegawai.
Informan
kunci dalam penelitian ini sebanyak 3 (tiga) orang yaitu 1 (satu) orang Kepala Bidang Pengadaan, Pengembangan, dan Mutasi
Pegawai Badan Kepegawaian Daerah dan Diklat Kabupaten Konawe, 1 (satu) orang
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe, dan 1 (satu)
orang Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe. Sedangkan informan biasa dalam
penelitian ini adalah 2 (dua)
orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dinas Kesehatan Kabupaten
Konawe yang telah bekerja selama 2 tahun atau lebih.
2.
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dengan
penelitian yaitu Dinas
Kesehatan Kabupaten Konawe.
E.
Prosedur Pengumpulan Data/Informasi
Teknik
pengumpulan data/informasi yang dimanfaatkan dalam penelitian ini dengan
menggunakan triagulasi sumber, yaitu :
1. Wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan kunci dan informan biasa.
2. Observasi/pengamatan terlibat (participant observation) yaitu tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melihat secara
langsung objek penelitian.
3. Pemeriksaan dokumen dan arsip yaitu tehnik
pengumpulan data dengan cara melihat dan mempelajari dokumen serta arsip yang
berhubungan dengan penelitian.
Data dan informasi akan
didokumentasikan dengan menggunakan alat tulis, alat perekam suara, dan kamera digital.
F.
Analisis Data/Informasi
Data yang diperoleh dari wawancara mendalam yang dilakukan secara
manual sesuai dengan petunjuk pengolahan data kualitatif serta sesuai dengan
tujuan penelitian ini, selanjutnya akan dianalisis dengan metode "content analysis" kemudian diinterprestasikan dan disajikan
dalam bentuk narasi.
Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini, yakni melalui tiga alur yaitu :
1.
Reduksi data
Analisis pada tahap ini merupakan proses
pemilihan, pemusatan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar
yang ditemukan dilapangan. Dengan kata lain, pada tahap ini dilakukan analisis untuk
menggolongkan-golongkan, direduksi data yang tidak perlu, mengarahkan, dan
mengorganisasi data.
2.
Penyajian data
Alur analisis yang kedua ini adalah
menyajikan data yang telah dianalisis pada alur pertama dan kemudian disajikan
dalam bentuk teks naratif.
3.
Penarikan kesimpulan
Analisis pada alur ini adalah mencari makna
benda-benda dan peristiwa. Pola dan alur sebab akibat untuk membangun proposisi
(Bungin, 2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar